Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog

Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog - Hallo sahabat Visible to Books Library, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog
link : Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog

Baca juga


Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog

�Haaa� Tante Ika, bajunya baru,� kata Rizka sembari menunjuk foto di mana saya mengenakan kaos lengan tiga perempat berwarna putih garis-garis biru muda.
�Bukan,� sahut saya mesem-mesem. �Itu baju teman gue, Manda.�

�Ka, bagus deh kalau lo pakai kaus ini,� Ita mengacu pada kaus bercorak dedaunan yang saya pakai waktu jalan-jalan sore di Paris, 6 Juni 2006.
�Punya Sandy,� kata saya capek. �Bukan cuma kausnya. Jaket sama celana jinsnya juga.�

�Ini pasti bukan punya elo,� kata Deedee yakin waktu melihat saya pakai mantel hitam panjang dalam foto di Salzburg.
Pinter. Buat apa saya, yang berdomisili di Indonesia, koleksi mantel?

Teman-teman saya yang tinggal di luar negeri � entah buat keperluan kerja maupun ikut suami � tak pernah bosan meminjamkan baju pada saya. Juga tak bosan mengingatkan saya agar jangan memenuhi koper dengan baju, setiap kali menengok mereka. Walau Sandy curiga sebetulnya saya lebih berhasrat menengok Paris, menengok pertandingan bola, menengok Alpen (ya, ya, Eropa selalu menggoda), sampai-sampai dia bilang, �Gue kira mau nengokin gue, ternyata nengokin bola (World Cup 2006 maksudnya).� Hehehe. Bercanda, San. Ya sudah, alhasil dalam sebagian hasil foto di Eropa, saya terlihat mengenakan baju teman Sandy, Manda, Dedes. Mungkin juga Rita, kalau saja waktu itu Rita sudah tinggal di Paris. Bahkan Hari : ). Habis ukuran tubuh kami tak jauh beda. Tak hanya baju, saya juga suka pinjam tas buat sekadar jalan-jalan. Untuk tas, yang jadi korban Widya dan Dedes. Widya enggak punya kesempatan buat berkontribusi dalam soal baju, kecuali baju tidur. Soalnya ketika saya di Roma, cuaca panas terus. Alhasil saya tak perlu pakaian ekstra buat membalut kaus atau jaket saya yang standar Indonesia. Jaket yang suka bikin gemas teman-teman saya. Yang jangankan buat musim dingin, buat musim semi yang cuacanya tak menentu pun diragukan kehangatannya.
Suatu sore saya menolak pakai mantel panjang Sandy dan bertahan dengan jaket Indonesia dua lapis. Sandy memutar matanya, �Terserah.� Anami, temannya, bertanya khawatir, �Memang kuat (cuma pakai) jaket begitu?� Tapi saya bersikeras. Mereka akhirnya membiarkan saya membungkus diri (cuma) dengan sehelai kaus oranye dan dua jaket standar Indonesia.
Keluar apartemen lama Sandy di kawasan Ermont-Eaubonne, pinggir Paris, saya baru pakai satu jaket. Brrr, ternyata udara sore itu dingin juga. Jaket yang satu lagi pun saya pindahkan dari genggaman ke tubuh saya. Satu jam kemudian, setelah menempuh perjalanan dengan metro, saya dan Sandy berpisah dengan Anami. Kami pun menghabiskan sore terakhir saya di Paris 2 tahun lalu itu antara lain dengan mengunjungi apa tuh ya, semacam museum Iptek gitu deh kalau nggak salah (San, koreksi dong!), melihat Eiffel yang bercahaya di malam hari, naik metro tanpa pengemudi (M14), dan makan crepe. Saya memang minta Sandy agar mengantar saya beli crepe. Masa sudah jauh-jauh ke Paris, tapi melewatkan camilan khas ini. Tapi belum lagi mengunyah crepe, saya sudah mengeluh. �San, pulang saja yuk, dingin,� kata saya. Waktu itu gelap baru menyelimuti langit, sekitar pukul 9.30 malam (waktu saya di sana sedang musim semi, dengan malam baru turun sekitar pukul 9 lewat). Sandy langsung memelototi saya sambil ngedumel, �Udah gue bilang kan, pakai mantel yang panjang, enggak percaya. Sekarang kedinginan kan.� Tapi teuteup, jajan crepe nggak boleh lupa. Jadi sambil menggigil kedinginan, saya mengikuti Sandy ke Saint-Michel buat beli crepe marron alias crepe kacang merah kesukaan orang Prancis yang memang lezat! Jajanan kaki lima saja rasanya selangit, apalagi yang di restoran.
Sejak saat itu, saya enggak ngeyel lagi kalau disuruh pakai mantel panjang. Seperti waktu Manda menyuruh saya mengganti jaket hitam bertudung andalan saya dengan mantel hitam panjangnya. �Jaket Indonesia kayak begini mana bisa dipakai di sini!� katanya. Hihihi, itu bukan jaket Indonesia Man, tapi dibeli di Meksiko. Tapi sumpah deh, enggak bakal saya sok tahu lagi.


Demikianlah Artikel Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog

Sekianlah artikel Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Cerita Berlibur Tradisi Pinjam Baju - RiangRia Blog dengan alamat link http://riangria-alien.blogspot.com/2017/07/cerita-berlibur-tradisi-pinjam-baju.html

Komentar