Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog

Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog - Hallo sahabat Visible to Books Library, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog
link : Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog

Baca juga


Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog

Adik saya enggak jadi ke Barcelona alias BCN. Tapi tujuan dia berikutnya malah membuat saya tambah excited: Mexico City alias Mexico DF alias DF saja deh! Begitu dia memberi tahu, saya langsung sambar, "Entar gue bikinin daftar CD trus lo beliin semua ya!" Dia manyun.
DF akan selalu ada di hati saya. Perjalanan pertama saya ke luar negeri, ya ke DF itu. Waktu itu saya baru kerja 3 bulan, status masih magang, tapi dikirim jauh betul. DF masih pegang rekor perjalanan terjauh yang saya tempuh. Bayangkan, beda waktu antara Jakarta dan DF saja 12-13 jam. Jangankan DF, lokasi transit dalam menuju ke sana pun jauh juga. Tokyo, Vancouver, Paris, yang kebetulan menarik. Maksudnya, suvenir-suvenir yang dijual di bandaranya menarik - ya iyalah, wong enggak boleh keluar dari situ, kecuali di Tokyo, hihihi.
Huhu... jadi kangen DF. Terutama, definitely absolutely, Televisa San Angel. Itu lho, produsen telenovela Meksiko yang berjaya di layar kaca kita akhir 1990-an-awal 2000-an. Dua kali ke DF, saya kayak ngantor di situ. Bisa 12 jam alias separuh hari saya habiskan di sana. Buat wawancara, juga menunggu artis datang. Terutama kali kedua saya terbang ke DF. Begitu keras usaha Nagelly, kontak saya di Televisa, untuk memberikan servis terbaiknya, sampai-sampai ia tak rela membiarkan jadwal saya kosong sedikit pun. Misalnya ada celah 1 jam antara wawancara satu dan yang lainnya, dengan bersemangat ia akan mengatur artis lain buat menemui saya. Bahkan weekend sekalipun! Sampai akhirnya saya dan Panji mesti berbohong akan sowan ke KBRI. Habis kalau enggak begitu, enggak ada istirahatnya. Enggak heran dalam tempo 8 hari kerja, kami mendapatkan 49 artis!
Di Televisa, tujuan pertama pasti lantai 6, ruangnya Nagelly. Dari luar, Televisa kelihatan enggak menarik. Produsen telenovela paling top kok kantornya biasa banget. Bentuknya cuma 2 bangunan bertembok kuning yang dingin, menjulang di tepi jalan yang tak terlalu besar. Enggak ada deh kaca-kaca jendela yang menyilaukan, yang di sini lazimnya melindungi kantor-kantor penting. Tapi justru karena terlalu biasa itulah, Televisa memberi kesan misterius bagi mereka yang mengikuti sepak terjangnya. Adakah yang disembunyikan dari publik? Hmmm, kita lihat nanti.
Sebelum masuk ke Televisa, biasanya saya memastikan punya permen atau tidak. Lumayan kan buat iseng-iseng sambil menunggu artis. Kalau kebetulan enggak punya - permen itu soalnya mesti dibagi sama Panji, jadi cepat habis - saya biasanya beli di pengasong yang mangkal di trotoar luar Televisa, seorang nenek. Iya, kantor top itu membiarkan seorang tua mencari nafkah dengan menumpang lokasi. Bahkan nenek itu juga berjualan kalung ID Televisa. Kalau hari ini si nenek kehabisan warna kalung ID yang kita inginkan - biasanya sih standar, merah biru - bisa pesan dan besoknya pasti tersedia di pikulannya.
Buat siapa pun yang bukan karyawan atau artis, seperti saya, kalau mau menembus barikade tembok kuning Televisa, mesti mengantre daftar di ruang resepsionis. Televisa, kan banyak pengunjungnya, mulai dari sekadar fans telenovela yang pengen tur - ada lho tour de Televisa - sampai wartawan. Ruang resepsionis Televisa, seperti tampak luar gedungnya, dibanding lobi teve-teve swasta di sini enggak ada apa-apanya. Sangat enggak representatif, kalau ingat bintang-bintang telenovela mereka yang glamor. Ruang ini letaknya bukan di lobi yang megah, atau sekadar baguslah. Melainkan di sebuah sisi tempat parkir! Ya, buat masuk ke ruang ini, saya harus menyusuri trotoar khusus pejalan kaki di pinggir tempat parkir. Usai mengurus tanda masuk di resepsionis, barulah naik ke lantai 6 lewat lift di samping ruang resepsionis. Jangan juga bayangkan lift yang mewah dan nyaman.
Di lantai mana pun, selalu ada petugas berjaga di dekat lift. Pada awal kunjungan, petugas itu selalu memeriksa identitas saya dengan cermat. Tapi lama-lama dia membiarkan lewat begitu saja, sudah hafal sih. Belok kiri, nah barulah Televisa terasa nuansa "kantornya". Ruang besar di lantai 6 itu penuh karyawan yang mengerjakan tugas masing-masing. Tapi bukan di situ ruang Nagelly. Kalau pada kunjungan pertama saya biasanya belok kiri lagi - ke ruangnya Hector - kali itu saya mengarah ke kanan. Masuk ke sebuah ruang kecil, yang diisi sekitar 4-5 meja. Salah satunya meja Nagelly? Bukan juga. Bak kantong ajaib, ruang sekecil itu masih memuat 2, atau 3 ya, ruang pribadi yang pastinya lebih sempit. Salah satunya, yang paling dekat dengan pintu, itulah ruang Nagelly.
Iya, Televisa memang bak kantong ajaib Doraemon. Selain lantai 6, persinggahan saya yang lain lantai 2. Berhubung di situlah umumnya aktivitas syuting dalam ruang, juga bermacam acara seperti kuis, variety show dan program hiburan lain, berlangsung, pengawasannya lebih ketat dengan 2 pos penjaga. Satu seperti biasa menghadang tak jauh dari lift, satunya lagi setelah menuruni sejumlah anak tangga. Saya lupa istilahnya, gedung atau ruang, ya yang dipakai buat syuting jumlahnya belasan. Yang nomornya belasan buat aneka acara hiburan di luar telenovela.
Saya biasanya singgah di nomor 2, 3, 5. Nomor 2 itu waktu itu jadi lokasi syuting Amor Real, yang dibintangi Fernando Colunga dan Adela Noriega. Tapi memasuki si nomor 2 itu, tak lantas saya berhadapan dengan aneka perlengkapan syuting. Yang tidak saya sangka-sangka, lokasi syuting dalam ruang Televisa itu letaknya nun jauh di bawah tanah! Buat mencapai lokasi, saya mesti turun 1 lantai lagi. Tiba di bawah, yang saya temukan hanya gang-gang sempit berlampu neon dengan sejumlah kursi di kanan kirinya, yang diisi beberapa orang yang sepertinya berkepentingan dengan syuting. Mata mereka terpaku pada televisi 14 inci yang tergantung di langit-langit - yang ternyata memampangkan syuting yang tengah berjalan.
Lha, lantas di mana syutingnya? Ya ampun, sudah "terjerumus" jauh di bawah tanah pun, Televisa masih misterius! Ternyata, syutingnya itu berlangsung di balik pintu lorong sebelah kanan! Ya, setidaknya begitulah pengetahuan saya yang melihat langsung dari situlah para artis keluar buat berganti baju. Tapi saya curiga, jangan-jangan di balik pintu itu masih ada pintu-pintu lain. Pokoknya yang enggak ada urusan dengan syuting macam saya, dilarang melongok ke balik pintu itu. Jadi saya menanti Fernando dan Adela sambil duduk di lorong, seraya memantau perkembangan syuting seperti yang lain lewat televisi.
Si nomor 2 itu jadi tempat yang menyenangkan buat saya, karena penjaganya ramah. Cukup sekali saya datang, dia sudah mengenali dan mengajak ngobrol. Dan ia tak peduli saya membuntuti Adela masuk ke ruang ganti sekalipun - pokoknya asal jangan coba-coba sentuh pintu menuju lokasi syuting. Beda dengan di nomor 3, di mana saya mesti hati-hati bergerak. Ketatnya penjagaan ini disadari kontak saya yang lain, Lizbeth. Sebab itulah ketika si penjaga tak awas, diam-diam dia menyelundupkan saya dan Panji ke kamar ganti Juan Soler. Gracias, Liz! Si penjaga sama sekali tak sadar setengah jam mengobrol dengan Juan, yang dengan manisnya memamerkan foto pacarnya, foto kegiatan terbang layangnya, dan beberapa foto pribadi lain.
Tapi tempat yang paling saya sukai di Televisa, kafetarianya. Letaknya terbilang paling ujung, tapi bukan berarti terabaikan. Untuk ukuran kafetaria, cukup memadai buat tempat makan, dengan kursi dan meja kayu yang bersih. Makanannya harganya murah untuk ukuran kafetaria langganan artis. Apalagi servisnya sama bagusnya dengan restoran - kafetaria ini juga menyuguhkan roti, biskuit, dan selai gratis sebagai makanan pembuka. Saya pernah bertemu Miguel de Leon sedang membeli jus pepaya, Gerardo Murguia sedang mengobrol dengan penggemar, juga Roberto Vander. Biar fisik enggak drop, saya biasanya memesan semangkuk salad buah yang isinya lumayan banyak. Panji, ya apalagi kalau bukan omelet tercinta yang dia incar. Saking ketakutan enggak cocok sama makanan lokal, ke mana-mana dia membawa sambal sachet, hihihi. Nah, setiap memesan salad buah, pelayannya enggak kapok-kapok bertanya apakah saya ingin tambahan miel (madu) atau apa gitu satu lagi, grasa, kali ya. Saya selalu minta miel bukan karena enggak suka yang satunya, tapi karena enggak ngerti artinya, hihihi. Huoh, Televisa. Entah kapan saya kembali. I'd really really really love to.


Demikianlah Artikel Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog

Sekianlah artikel Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Cerita Berlibur Televisa Si Kantong Ajaib - RiangRia Blog dengan alamat link http://riangria-alien.blogspot.com/2017/07/cerita-berlibur-televisa-si-kantong.html

Komentar