Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog

Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog - Hallo sahabat Visible to Books Library, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog
link : Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog

Baca juga


Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog

Beberapa orang mengira saya sangat mencintai Prancis. Mungkin karena riwayat saya berkuliah di jurusan sastra Prancis, mungkin karena saya tak bisa berhenti mengoceh tentang Paris.
Akan tetapi mereka salah. Yang saya cintai hanyalah Paris. Ya iyalah, wong saya belum pernah pelesir di wilayah Prancis lain kecuali Provins - kota tua di dekat Paris, saya akan ceritakan besok-besok.
Jadilah Paris banyak mewarnai tulisan saya, dan ocehan saya kepada teman-teman, hehehe.
Jadi, apa lagi tentang Paris?
Kali ini saya mau menulis tentang lokasi wisata favorit saya di Paris. Boleh, ya? Sudah pernah saya singgung beberapa, tapi kali ini kompletnya. Tapi berhubung ini sesuai selera saya, Anda tak akan menemukan museum di dalamnya. Soalnya, saya lebih suka menghabiskan waktu di udara luar Paris. Berikut penjabarannya.

La Tour Eiffel/Menara Eiffel
Ini kayaknya favorit semua orang deh, tapi sungguh, it's just breathtaking!  Saya pertama melihatnya dari balik jendela metro; saya ingat persis, waktu itu 28 April 2005, dalam perjalanan dari Bandara Charles de Gaulle menuju apartemen lama Sandy di kawasan suburban Ermont-Eaubonne. Di tengah cuaca menjelang sore yang agak mendung pun, Eiffel tetap menjulang kokoh dan gagah. Napas saya sampai tertahan sebentar saat itu. Padahal menara paling tersohor di dunia itu hanyalah menara besi yang bahkan warnanya suram. Namun statusnya sebagai simbol Paris - dari atasnya terlihat pemandangan Paris paling menyeluruh, yang membuatnya juga lokasi romantis untuk makan malam bersama pasangan di beberapa restorannya - mendukungnya sebagai landmark yang mengundang banyak orang untuk datang ke Paris. Maka, jadilah begitu besoknya saya berkesempatan mengunjunginya, acara foto-foto berlatar Eiffel dari berbagai sudut dilakukan. Termasuk dari Taman Champ de Mars, dari Trocadero, sampai dari tepi Sungai Seine.
Lucunya (atau anehnya?) saya belum pernah naik ke atas Menara Eiffel. Maklum saya pelancong berbiaya ngepas, sementara untuk naik dikenakan tarif lebih dari 10 euro yang di Jerman bisa dipakai membeli tiket metro harian 2 kali. Sudah begitu Sandy enggak mau ikut naik lagi. Alasannya, "Gue sudah pernah naik 3 kali!" Jadi yaaa... saya memilih melihat pemandangan Paris dari atas di Sacr�-Coeur saja - gratis tis tis. Selain itu juga bisa dinikmati dari atas monumen Arc de Triomphe (juga bayar). Tapi kalau Anda berkelebihan sih, naik sajalah. Apalagi kalau naiknya saat hari sudah gelap, waktunya Eiffel menampilkan kerlap-kerlip keemasannya. Siapa tahu sensasi yang Anda tangkap dari Menara Eiffel lebih dahsyat daripada saya.

Sungai Seine dan jembatan-jembatannya
Ya, penting jembatan-jembatan yang melintang di atas Sungai Seine dibahas. Soalnya beberapa dari 37 jembatannya memang istimewa dan saya berterima kasih kepada Sandy yang memperkenalkan kepada 2 jembatan teristimewanya: Pont Neuf dan Pont Alexandre III. Yang pertama merupakan jembatan tertua di Sungai Seine yang berdiri sejak abad ke-17 dan yang kedua adalah jembatan tercantik dengan ornamen lampu-lampu art nouveau (istilah ini juga baru saya ketahui setelah berkonsultasi pada Wikipedia, hihihi) dan patung-patung peri yang konon dipahat oleh seniman berbeda. Dan dari kedua jembatan itu terlihat jelas Menara Eiffel lho!
Eh, terus sungainya bagaimana? Entahlah, berhubung sungai di kota kelahiran saya kondisinya parah - juga di beberapa tempat lain - jadinya saya terobsesi pada sungai-sungai bersih di Eropa, termasuk Sungai Seine. Menurut sebuah acara yang pernah saya saksikan di saluran TV5 Prancis, setiap 2 minggu sekali (kalau enggak salah ye) Sungai Seine dibersihkan. Jadi, saya suka sekali berjalan di tepi Seine, hati rasanya damai. Apalagi kalau menjelang malam turun di pengujung musim semi - mungkin juga di awal musim gugur, saya belum pernah merasakannya - dengan angin sepoi-sepoi mengiringi setiap langkah, sungguh enggak salah Paris dikenal sebagai kota yang romantis. Enggak nyambung, ya? Hahaha. Ya pokoknya begitulah, rasanya Paris saat itu indah banget deh. Maka tepi Sungai Seine juga jadi tempat kongko atau bahkan tempat berjemur di musim panas - saatnya terselenggara "Paris Plages", program yang mengkreasi tepi Sungai Seine bak tepi pantai, lengkap dengan permainan airnya!
Dari kapal-kapal yang mengarungi sungai, bisa pula dilakukan tur keliling Paris kecil-kecilan. Dan secinta-cintanya saya kepada Seine, belum pernah berlayar di atasnya dengan kapal, hehehe, karena sekali lagi, saya antibayar! Di tepi sungai inilah saya pernah menyaksikan seekor anjing nekat menceburkan diri ke dalamnya demi mengejar seekor bebek, hahaha. Pemiliknya, seorang wanita berambut merah, menggeleng-geleng sambil berkata kepada saya dan Sandy, "Anjing ini gila!"

Promenade Plant�e
Saya enggak percaya, saya baru tahu tempat ini tahun lalu! Maklumlah, ya saya bukan penggemar film Before Sunset-nya Ethan Hawke, yang antara lain mengambil lokasi syuting di taman  yang menjulang tinggi di atas Paris ini. Lengkapnya coba lihat tulisan sebelumnya, "Setahun Kemarin".

Basilique du Sacr�-Coeur
Basilikanya yang putih tampak kemilau apabila langit bersih, berdiri megah di wilayah tertinggi di Paris, Montmartre - di baliknya terbentang kawasan yang disesaki kafe dan seniman lukisan, untuk gampangnya juga disebut Montmartre. Juga menandai titik kedua tertinggi di Paris, setelah Menara Eiffel. Makanya dari pelataran Sacr�-Coeur ini kita juga bisa melihat Kota Paris yang juga putih menghampar luas. Eh, hanya bangunan-bangunan di Paris, khususnya bagian atapnya, yang putih yang kadang berkonotasi dingin; hmm, konotasi yang juga lekat dengan sebagian masyarakatnya. Namun mode, parfum, berjenis-jenis makanan, tempat wisata, bunga, sejarah yang kaya, ditambah wisatawan mancanegara membuat Paris sesungguhnya jauh dari kesan dingin.... Apalagi Sacre-Coeur yang fungsinya tidak hanya tempat sakral bagi umat Katolik.

Datanglah ke Sacr�-Coeur sore hari, ketika matahari mulai bergeser ke barat. Di lebih dari 100 anak tangganya - jangan cemas, sejak 2006 sudah tersedia lift yang sangat membantu orang seperti saya yang tidak suka acara naik-naik hihihi - beberapa pedagang kaki lima kadang mendadak menggelar barang dagangan seperti tas, ikat pinggang, dll. Lucunya, mereka pasti menyapa wajah-wajah Asia termasuk Sandy - saya, kan rada bule, ya, hahaha - dengan ucapan, "Ni hao!" Yang menarik, anak-anak tangga ini juga dipakai beberapa pemusik jalanan untuk mendemonstrasikan kemampuan bermusik dengan berbagai instrumen. Beberapa sudut Sacr�-Coeur juga kadang ditempati seniman yang beraksi sebagai patung, yang baru akan melakukan gerakan seperti pantomim - tergantung tokoh yang mereka bawakan, misalnya bidadari, prajurit, dll - setelah dilempari, biasanya, uang koin 1 euro-an. Meriah, kan, basilika ini?

Parc des Buttes-Chaumont
Yap, saya cinta banget taman-taman di Paris!  Konon berceceran 426 taman di Paris, dalam berbagai ukuran. Dengan jumlah itu, saya belum melihat banyak tapi selalu terkesan dengan yang saya lihat: Jardin de Tuileries yang apik dengan labirin hijaunya, Jardin du Luxembourg dengan deretan rapi pepohonan dan ketersediaan banyak bangku untuk warga melepas lelah, Parc de Bercy dengan kebun anggur dan koleksi mawarnya, dan tentu saja Promenade Plantee, dan sebuah taman di belakang Istana Versailles yang cocok untuk tempat piknik dan mendayung. Belum seberapa, kan yang saya lihat? Nah, entah kenapa dalam 2 kunjungan pertama saya di Paris, Sandy selalu membawa saya ke Parc des Buttes-Chaumont, yang lokasinya sedikit di luar keramaian wisatawan. Yang pertama dalam rangka piknik bareng teman-temannya, yang kedua enggak tahu juga, ya, pokoknya pagi-pagi setelah saya sampai di Paris, saya dibawa ke situlah pokoknya, hahaha. Jadi saya sudah pernah merasakan segarnya taman ini di pagi hari dan keriaannya di sore hari. Dan saya menyukainya!
Taman terluas ketiga di Paris ini bukanlah taman berbunga seperti Promenade Plantee namun memiliki area rerumputan yang longgar untuk piknik, sekadar merebahkan badan, atau berjemur. Pada kesempatan pagi, jalur beraspalnya tidak sedikit digunakan warga untuk joging. Taman dengan gerbang hitam yang setiap harinya buka mulai pukul 07.30 ini sangat ramah pula bagi anak-anak dengan beberapa permainan, seperti komidi putar, bahkan pertunjukan teater khusus untuk anak-anak. Ngomong-ngomong komidi putar, saya ingat 5 tahun lalu melihat salah satunya di kaki Sacre-Coeur. Jadi saya rasa Paris yang historis ini memikirkan kepentingan segala generasi, segala kalangan. Termasuk saya yang suka taman dan antibayar tapi leluasa masuk ke lokasi ini dan itu.
Juga dari bagian tertinggi Buttes-Chaumont ini terhampar pemandangan Paris dari atas - dengan highlight-nya adalah Sacre-Coeur.  Tepatnya dari sebuah kuil kecil berpilar-pilar, menyerupai kuil kuno Romawi, yang bercokol di puncak sebuah pulau mungil di tengah taman. Eh, saya sendiri belum pernah sih naik ke kuil itu; yang saya lakukan hanya berfoto-foto dengan latar kuil berikut pulaunya. Tapi berdasarkan info para wisatawan lain, caranya gampang kok, cukup melalui jembatan yang menghubungkan taman dan pulau.

Kafe
Eh, ini bukan tempat wisata sih. Saya teringat pada gurauan dua teman kuliah saya. Yang satu bertanya, "Ngapain lo mau ke Paris lagi?" Yang mau pergi ke Paris untuk kedua kalinya itu (kalau enggak salah) menjawab, "Mau menumpang ngopi ajalah." Hehehe entah kenapa kami, para mahasiswa sastra Prancis ini, suka banget menengok Paris. Bahkan beberapa menetap di Paris. Probably it's just in our blood....
Akan tetapi, ya saya setuju, mari kita mengopi di Paris! Kafe bahkan juga boulangerie dan patisserie alias toko roti dan toko kue juga berceceran di Paris. Cobalah masuki kafe berteras, kalau memungkinkan duduklah di bangku yang tersedia di terasnya. Baiknya pilih kafe yang berada di sekitar keramaian publik; tidak perlu di pusat keramaian, mendekatinya saja cukup. Sebab menarik lho menonton warga Paris yang multikultural dan wisatawan bercampur-baur, berlalu-lalang. Atmosfer Paris sebagai kota tujuan, idaman banyak orang kental terasa. Apalagi ditambah sembari menyesap secangkir kopi, yang harga standarnya sekarang tak lebih dari 5 euro. Terus terang, saya lebih rela membayar secangkir dua cangkir kopi ketimbang membayar tiket masuk ke tempat wisata, hehehe. Ingat saja, istilah kafe sendiri berasal dari bahasa Prancis caf�, yang artinya kopi. Jadi, tempat terbaik untuk menikmati kopi adalah di Prancis. Dan nikmatilah kopi di teras, kopi apa saja, tanpa terburu-buru, meski katanya untuk itu ada sedikit tambahan biaya. Kenapa katanya? Soalnya dari dua kali pengalaman mengopi di kafe, saya main duduk saja dan kemudian pramusaji bertanya apa yang ingin saya pesan. Ya, katanya sih sebagaimana di Italia (setidaknya ini benaran yang saya alami di Roma), kopi untuk take away atau untuk diminum sambil berdiri di kafe harganya lebih murah. Jadi, di kafe Prancis dan Italia itu ada yang namanya tarif meja alias tarif untuk duduk - eh ini mestinya saya bahas di bagian "Prancis vs Italia", ya? Tapi jangan cemas, orang atau wisatawan di Prancis tidak keberatan duduk kok, bahkan mau duduk satu atau 2 jam pun, entah sambil mengamati pergerakan orang di jalan atau mengobrol dengan teman, tidak bakal diusir kok. 


Demikianlah Artikel Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog

Sekianlah artikel Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Cerita Berlibur Paris. J'Adore. - RiangRia Blog dengan alamat link http://riangria-alien.blogspot.com/2017/07/cerita-berlibur-paris-j-riangria-blog.html

Komentar