Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog

Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog - Hallo sahabat Visible to Books Library, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog
link : Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog

Baca juga


Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog


Hari yang saya tunggu-tunggu tiba! Pembukaan Piala Dunia 2006! Oh ya, cita-cita terbesar saya, selain keliling Eropa, BERBAUR DENGAN RIBUAN PENGGILA BOLA BUAT NONTON BARENG PIALA DUNIA, MAU DI LAPANGAN KEK, MAU DI TENGAH KOTA KEK, TERSERAH! Duh kok jadi emosi begini ya, hihihi. Habis saya sebal, begitu saya pulang dari Munich, banyak yang bilang, �Kalau gue jadi elo, gue sih cari tiket buat nonton langsung.� Sayang gue bukan elo. Malah ada yang lebih ngeyel lagi, �Tiket mah gampang dicari, pasti banyak calo.� Yaaaah, dia enggak tahu bertaburan orang di Marienplatz yang mengalungkan karton di leher bertuliskan: "I need ticket".
Ya, di hari itu, bukan cuma saya, Manda, dan Dedes pun bersemangat berangkat ke Olympiapark, arena nonton bareng Piala Dunia terbesar di Jerman. Suasana Piala Dunia sudah terasa bahkan sebelum kami menginjak Olympiapark. Berlimpah orang mengenakan kostum aneh-aneh di Stasiun Marienplatz, bahkan kostum negara-negara yang belum bertanding seperti Argentina dan Meksiko - waktu itu partai pembukanya Jerman vs Kosta Rika. Dan dasar bule, biasanya tak cuma kostum aneh yang mereka bawa di badan, tapi juga bir di tangan. Untungnya mereka enggak mengganggu satu sama lain. Masyarakat Jerman yang nggak biasa ribut di metro, mendiamkan saja orang-orang Meksiko yang menyanyi kencang-kencang. Pokoknya kalau PBB lihat, bangga deh, begitu banyak bangsa berbaur dengan damai.
Sampai di gerbang Olympiapark, kami disambut begitu banyak polisi. Mereka tidak membiarkan penggila bola dengan bir di tangan masuk. Yah mana tahu nanti di dalam rusuh, terus ada acara lempar-lemparan botol segala, iya kan? Jadi, kami masuk ke dalam Olympiapark dengan tenang, tak khawatir bakal terkena pecahan botol. Tapi ya ampun. Di mana layar tancap Piala Dunia, ya? Sejauh mata memandang, yang kami lihat orang, orang, orang, dan orang lagi. Sudah belasan ribu orang mendahului kami. Karena tak tahu arah, kami hanya bisa terus mengikuti orang-orang yang berjalan di depan kami. Dan, itu dia! Layarnya ada di seberang danau. Dan di pinggir danau berikut bukit-bukit di atasnya, orang sudah menyemut. Sekali lagi dengan mengandalkan badan yang kecil, kami menerobos barikade belasan ribu orang itu untuk mencari pemandangan terbaik. Sungguh tak mudah. Mesti naik bukit, turun bukit, naik lagi, dan turun lagi, barulah kami tiba di samping kiri layar. Bukan pemandangan terbaik, tapi itu yang terbaik yang bisa kami upayakan. Pun begitu sudah nggak kebagian tempat duduk, lantaran bukit kecil di belakang kami tak menyisakan celah sedikit pun. Jadi kami hanya bisa berdiri seraya berpegangan pada pagar yang membatasi kami dan danau. Tapi ya sudahlah, yang penting cita-cita nonton bareng Piala Dunia kesampaian toh?
Baru 5 menit kami foto-foto serta menikmati serunya crowd Piala Dunia. Saat itu Manda mengaku, �Gue pengin pipis.� Saya langsung pasang muka sebal bercampur kasihan. Karena Manda tahu betapa inginnya saya tinggal, dia mengalah. �Sudah gue pulang aja. Lo di sini aja sama Dedes.� Enggak tega dong. Buat pulang, kan dia mesti menerobos ribuan orang dan turun naik bukit lagi. Setelah saya pikir-pikir, ya sudah, kami antar Manda saja balik, lalu melanjutkan nonton pertandingan di tempat lain. Maka, kembalilah saya dan Dedes ke Marienplatz, dengan Manda melanjutkan perjalanan pulang. Ternyata, perkiraan saya salah. Di Marienplatz sama sekali tak ada layar tancap Piala Dunia. Orang-orang malah menonton berkerumun di sebuah bar. Tapi kami tak terbiasa dengan suasana bar. Daripada luntang-lantung tak keruan di Marienplatz, kami ngopi saja di Woerner's. Eh, ternyata di lantai 2 kafe itu ada teve, yang tengah menayangkan partai pembukaan! Sudah begitu masih ada meja kosong mengarah ke teve. Lebih enak kan, nonton Piala Dunia sambil ngopi dan ngemil apfelstrudel plus strawberry cake. Lagi pula saya enggak perlu takut kehilangan momen berbaur. Usai pertandingan, massa tumpah ruah di Marienplatz. Saya masih bisa menikmati kumpul bareng mereka, terutama orang-orang Jerman yang sedang mabuk kemenangan lantaran tim mereka berhasil mengandaskan Kosta Rika. Betapa menyenangkan, betapa mengesankan, walau akan lebih menyenangkan bila minus aroma bir. Tapi tak apa. Itu pengalaman yang mungkin hanya saya dapatkan sekali seumur hidup, saya tak akan minta lebih.


Demikianlah Artikel Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog

Sekianlah artikel Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Cerita Berlibur Nonton Bareng Piala Dunia 2006 di Munich - RiangRia Blog dengan alamat link http://riangria-alien.blogspot.com/2017/07/cerita-berlibur-nonton-bareng-piala.html

Komentar