Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog

Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog - Hallo sahabat Visible to Books Library, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog
link : Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog

Baca juga


Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog

Saya belum pernah masuk ke butik ini. Bahkan butik label mewah mana pun. Di mana pun. Sumpah.
Tapi dengan Louis Vuitton (LV) Paris, saya punya cerita sendiri. Tadinya saya enggak tahu apa-apa soal LV ini apalagi kehebohan yang ditimbulkannya. Lambangnya saja saya enggak hafal. Tapi LV menarik perhatian saya waktu saya berada di Paris hampir 3 tahun lalu, tepatnya 29 April 2005. Seperti turis lain, saya pengin tahu dong kayak apa sih Champs-Elys�es itu. Apalagi bos saya bilang sempat jalan-jalan di sini waktu dia ke Eropa 2 tahun sebelumnya. Saya enggak mau kalah dong. Walaupun saya sudah pasti enggak bakal masuk ke butik mana pun yang berjajar di Champs-Elys�es. Lha beli CD 10 euro saja mikirnya lama banget, apalagi beli barang di butik.
Nah, di Champs-Elys�es, Sandy, teman saya yang mengantar jalan-jalan di Paris, sudah wanti-wanti enggak akan mau memotret saya dengan latar belakang butik. "Malu-maluin, norak!" begitu katanya. Tapi ia menyerah ketika saya memaksanya memotret saya dengan latar belakang LV. Waktu itu, LV dari kejauhan sudah terlihat mencolok. Di depannya menjulang koper raksasa dengan monogram LV dengan gambar buah ceri, sementara di samping kanannya menjulang koper lain dengan monogram standar LV. Memang butiknya keren begitu, ya San? "Bukan," jawab teman saya dengan sedikit dongkol. "Butik LV-nya lagi direnovasi, makanya dipasang koper kayak begitu." Kalau enggak direnovasi sih, menurut Sandy, tampilan luarnya nggak beda-beda amat sama butik lain.
Waktu itu, enggak kepikiran buat saya melongok LV dari dekat. Habis saya pikir, ya buat apa juga, wong enggak sanggup beli produknya. Tapi kali kedua saya ke Paris, saya pengin banget sekadar melihat-lihat sebentar. Gara-garanya saya baca entah di media cetak atau elektronik, kalau pengunjung LV itu antreannya gila-gilaan! Saya cuma pengin merasakan antrean gila-gilaan itu - yang wajar kalau antre masuk Menara Eiffel, tapi ini butik LV yang mahal! - dan pengin tahu dalamnya seperti apa sih. Tapi Sandy, yang kembali mengantar saya, menolak mentah-mentah ide saya itu. Dia tidak melihat ada gunanya mengantre lama-lama, sementara dalam waktu 5 jam saya harus mengejar bus balik ke Munich dan masih banyak yang mesti saya lihat. Tapi ya, namanya juga penasaran. Tapi Sandy tetap tidak mengizinkan. Kami pun melanjutkan perjalanan kembali menyusuri Champs-Elys�es - saya masih mengincar foto ulang di Arc de Triomphe, hihihi. Eh, dalam perjalanan, ada seorang ibu bermata sipit menyapa Sandy. "Anda dari Asia?" Saya tadinya tergerak ingin menjawab, tapi belum sempat Sandy sudah menyahutinya dengan kata-kata penolakan. Saya bingung, kenapa Sandy terkesan tidak ramah pada ibu itu? Oh, ternyata ibu itu ada maunya, dan maunya itu menyebalkan. "Ibu itu minta kita buat bantu antre di LV," kata Sandy dengan muka bersungut-sungut. Kenapa bisa begitu? Menurutnya, banyak orang Asia membeli barang di LV buat dijual lagi di negara mereka. Taktik dagang macam begini eksis lantaran konon harga produk LV di Paris jatuhnya lebih murah 1-2 juta rupiah dibandingkan di tempat lain! Untuk mengantisipasi, maka LV Paris membatasi pembelian produk maksimal 2, pun jenisnya harus berbeda. Karena cuma bisa beli 2 itulah, banyak orang Asia minta bantuan orang lain - biasanya sih orang Asia yang gampang dibujuk -membelikan buat mereka dengan imbalan tertentu. Oh, gitu toh.
Teman saya yang lain, Linong, yang pernah 2 kali ke Paris, menggulirkan cerita yang hampir sama tentang kisah LV-Asia. Kali kedua ke Paris, dia dititipi temannya membelikan sebuah tas LV. Temannya yang mengantarnya, Alvina, meyakinkan, di LV dia bakal banyak dengar orang berceloteh dengan kata-kata lo gue, pertanda orang itu datang dari Indonesia, khususnya Jakarta. Tadinya Linong susah percaya. WSelama di Paris dia enggak pernah papasan dengan orang Indonesia, termasuk di Menara Eiffel yang kondang, masa di LV ketemu? "Eh, ternyata memang benar di LV itu banyak yang ngomong lo gue," kata Linong terheran-heran.


Demikianlah Artikel Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog

Sekianlah artikel Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Cerita Berlibur Lo Gue di Butik LV - RiangRia Blog dengan alamat link http://riangria-alien.blogspot.com/2017/07/cerita-berlibur-lo-gue-di-butik-lv.html

Komentar