Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog

Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog - Hallo sahabat Visible to Books Library, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog
link : Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog

Baca juga


Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog

Mendapatkan visa Schengen di Kedubes Perancis atau Jerman, sama saja mendapatkan keleluasaan menjelajahi sejumlah negara Eropa. Untuk itu saya bebas memasuki masuk wilayah yang ingin saya tuju selain Perancis dan Jerman - Italia, Spanyol, Austria (buat Liechtenstein, saya pakai visa Swiss - Swiss baru bergabung dengan Schengen pada 2008). Tapi bukan berarti bebas melenggang tanpa pemeriksaan.
Kecuali di Perancis 1-2 tahun lalu. Waktu Sarkozy belum berkuasa. (Well, ya, oke, bukan berarti sekarang sudah ada perubahan. Buktinya di rumah Sarko saja ada pekerja imigran ilegal.) Waktu itu, saya bolak-balik keluar masuk Perancis nyaris tanpa pemeriksaan. Pertama, di Bandara Charles de Gaulle. Cuma visa yang dicek petugas. Tapi tidak barang bawaan! Koper, travel bag, serta ransel saya, percaya atau tidak, lolos tanpa lewat detektor. Lainnya lewat perbatasan Spanyol (sekali) dan Jerman (dua kali). Dan tidak sekali pun perjalanan saya maupun penumpang lain diganggu gugat petugas perbatasan Perancis. Padahal buat perjalanan Munich-Paris, saya selalu beli tiket tanpa menunjukkan visa, entah nitip sama suami Manda atau sama Wolf (ya iyalah nitip, soalnya sayanya belum nongol di Munich). Ya, wajar sekarang Sarko kelabakan dengan melimpah ruahnya imigran ilegal.
Lucunya, karena tampang saya yang bule ini (iya, kan guys?), ada kalanya saya dibiarkan masuk begitu saja. Seperti terjadi waktu bus Eurolines Paris-Barcelona dihentikan di perbatasan Spanyol. "Anda orang Perancis, kan?" petugas perbatasan itu tadinya hampir meloloskan saya tanpa pemeriksaan. Tapi saya mengaku datang dari Indonesia, daripada nanti timbul masalah.
Karena saya memang punya visa yang disyaratkan pemerintah Spanyol, saya tak mengalami kesulitan masuk ke Barcelona. Percaya deh, kalau Anda enggak membekali diri dengan dokumen yang dibutuhkan, Anda akan ditindak seperti halnya seorang penumpang Eurolines - yang digelandang turun dari bus dan entah bagaimana nasibnya kemudian. Modal tiket saja sungguh tidak cukup. Oh ya, paspor dan visa juga kadang-kadang diperlukan saat berbelanja pakai kartu kredit. Setidaknya begitulah yang saya alami 2 tahun lalu di Barcelona dan Paris, waktu beli suvenir dan tiket Eurolines. Walau tahun lalu enggak perlu begitu sih di Munich dan Zurich - entah apa kebijakannya sudah berubah.
Lewat Austria, pemeriksa tiket kereta ada kemungkinan menanyakan paspor dan visa kepada pemilik tiket bertampang non-Eropa. Seperti terjadi pada Risna, teman saya. Tapi waktu saya lewat Innsbruck dan Kufstein, Austria, dalam perjalanan Roma-Munich, si pemeriksa cuma minta saya menunjukkan tiket - juga penumpang lain yang asal negerinya. Jadi, ada diskriminasi terhadap Risna? Mungkin. Saya jadi ingat cerita teman saya yang lain, Cordel, yang digeledah polisi Prancis dalam perjalanan kereta Amsterdam-Paris. Gara-garanya sepele. Cordel tak sengaja memandangi polisi perempuan itu, yang sebetulnya berstatus penumpang juga dan tak sedang bertugas. Karena tak suka mungkin, maka ia menggeledah Cordel berikut barang bawaannya - Cordel satu-satunya penumpang di gerbong itu yang diperlakukan demikian. Cordel jadi sebal dan malu sama penumpang lain dong, enggak salah apa-apa tapi kok dianggap seperti penjahat. Dan ya karena memange nggak punya salah, polisi itu tak punya alasan buat menahannya.
Soal diskriminasi itu pernah melibatkan saya waktu mau balik ke Jerman, habis jalan-jalan sama Dedes dan Wolf naik mobil ke Liechtenstein dan Swiss. Di perbatasan Swiss-Jerman, petugas Jerman menghentikan mobil kami - padahal ia tidak menyetop mobil-mobil lain. Maklum deh, waktu itu Jerman jadi tuan rumah Piala Dunia 2006, jadi pengawasan di perbatasan rada ketat. (Naik Eurolines saja berangkat pulang diperiksa. Tapi saya enggak keberatan, soalnya polisinya cakep, hihihi). Waktu Wolf meminggirkan mobilnya di perbatasan, ia berkata, "We got three problems here." Saya lupa masalah pertamanya apa. Yang kedua menurutnya, paspor saya. Soalnya saya ngotot masih merekatkan paspor lama saya dengan yang baru .(Habis di paspor lama itu ada visa Meksiko, kenang-kenangan bo. Enggak penting ya?) Yang ketiga, tampang Dedes yang enggak bule. Huh. Enggak penting juga. Sepuluh menit kami menunggu, akhirnya dokumen kami dikembalikan dan kami diperbolehkan melanjutkan perjalanan. Lucunya, si petugas itu membubuhkan cap perbatasan Jerman di paspor saya, tapi tidak di paspor Dedes. Dedes yang sempat jadi tertuduh gara-gara tampang doang, berteriak-teriak dari dalam mobil, "Hey what about my passport? Give me the stamp!" Halah.


Demikianlah Artikel Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog

Sekianlah artikel Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Cerita Berlibur Cek Visa di Perbatasan (Kecuali Perancis) - RiangRia Blog dengan alamat link http://riangria-alien.blogspot.com/2017/07/cerita-berlibur-cek-visa-di-perbatasan.html

Komentar