Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog

Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog - Hallo sahabat Visible to Books Library, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog
link : Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog

Baca juga


Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog

Terjadi 7 tahun lalu. Saya masih mengingatnya dengan terang. 
Siang itu, tepat di pengujung April 2005, Sandy bertanya apakah saya ingin salat di Masjid Paris (Grande Mosqu�e de Paris). Sungguh perhatian Sandy. Benerandia semua yang mengatur jadwal saya di Paris tahun 2005 itu. Saya mah tinggal ngikut�.
Karena bukan pemeluk Islam, Sandy menunggu di kafe masjid. Masjid itu punya ruang yang terbuka untuk siapa saja, seperti kafe dan toko suvenir. Toko suvenirnya bahkan menjual suvenir agama lainnya. �Ini caranya merangkul umat agama lain,� bisik Sandy.
Saya sempat gentar masuk ke tempat salat perempuan. Pasalnya, sekumpulan perempuan di sudut ruangan, yang sedang mengaji, berjilbab atau setidaknya berkerudung. Seorang dari mereka, menyadari kecanggungan saya, mengisyaratkan kepada saya untuk masuk.
Selesai salat, saya membereskan mukena berbahan parasut yang gampang dikemas. Saat itulah seorang perempuan yang sepertinya berasal dari Afrika Utara menegur. Dalam bahasa Prancis perempuan bernama Hakima itu bertanya, di mana saya membeli perangkat alat salat yang habis saya pakai. Saya menjelaskan sebisa mungkin, tapi dia tidak tahu apa-apa tentang Indonesia. Bali? Tidak juga. Seorang perempuan berjilbab yang sedari tadi duduk di belakang kami rupanya diam-diam mengikuti percakapan kami. Dia ikut membantu menjelaskan.
Hakima tertarik pada mukena saya. Mulanya saya terpikir untuk membelikan mukena serupa, lalu mengirimkan ke alamatnya di Paris. Tapi, ya Tuhan, pantas Bali saja dia tidak tahu. Hakima meminta perempuan di belakang kami untuk menuliskan alamatnya. Perempuan itu dengan sabar mengabulkan permintaannya. Dia, yang juga fasih berbahasa Inggris, sabar mendampingi saya dan Hakima bernegosiasi, ketika saya berubah pikiran dan memutuskan memberikan saja mukena parasut itu kepada Hakima. Toh untuk salat, saya masih bisa pinjam sarung Sandy dan pakai kerudung.
Berkat jasa perempuan berjilbab itu, saya dan Hakima mencapai kesepakatan: dia terima mukena saya, dan sebagai balasan dia berikan eau de toilette-nya. Saya menolak 5 euro yang disodorkannya tapi tidak eau de toilette, untuk menghormatinya. Selesai bernegosiasi, saya mengucapkan terima kasih kepada perempuan yang membantu kami. Saya bahkan menawarkan mengiriminya mukena, tapi dia tidak pernah menjawabnya. Dia hanya tersenyum.
Saya perhatikan wajahnya yang sederhana, juga kuku-kuku tangannya yang tidak terawat. Walau sederhana, raut wajahnya halus sekali. Sehalus suaranya saat bicara. Belum pernah seumur-umur saya melihat wajah dewasa demikian halusnya. Dia permisi meninggalkan kami duluan. Tidak lama kemudian, giliran saya berpamitan kepada Hakima. Di luar, saya melihat perempuan itu menghentikan langkahnya dan tersenyum kepada saya, sebelum dia melewati gerbang masjid. Entah siapa perempuan itu, karena dia bukanlah teman mengaji Hakima.Mungkin dia iba melihat Hakima, mungkin dia memang ramah, mungkin juga hari itu saya bertemu dengan malaikat.


Demikianlah Artikel Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog

Sekianlah artikel Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Cerita Berlibur Malaikat di Masjid Paris - RiangRia Blog dengan alamat link http://riangria-alien.blogspot.com/2012/06/cerita-berlibur-malaikat-di-masjid.html

Komentar